MATERI
HUKUM
Pengertian
Hukum
Hukum adalah suatu sistem peraturan
secara tertulis maupun tidak tertulis untuk mengatur kehidupan bermasyarakat
dan terdapat sanksi atau hukuman bagi pihak yang melanggarnya.
Tujuan
Hukum
Tujuan hukum yang bersifat universal
adalah ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam
tata kehidupan bermasyarakat.
Pembagian
Hukum
-
Hukum Umum : Hukum yang ditujukan dan
berlaku untuk semua warga Negara sebagai subjek hukum tanpa membeda-bedakan
kualitas pribadi subjek hukum tertentu.
-
Hukum Khusus : Hukum yang dibentuk oleh
Negara hanya di khusus-kan berlaku bagi subjek hukum tertentu saja.
Sifat
Hukum
-
Hukum Pemaksa : Hukum dalam keadaan
kongkret harus ditaati atau hukum yang tidak boleh ditinggalkan oleh para
pihak, berlaku bagi para pihak yang bersangkutan maupun hakim.
-
Hukum Pelengkap : peraturan
hukum yang boleh dikesampingkan atau disimpangi oleh
orang-orang berkepentingan. Peraturan hukum mana hanya
berlaku jika orang-orang yang berkepentingan tidak
mengatur sendiri kepentingannya.
Fungsi
Hukum
-
Hukum
Materiil : Hukum yang mengatur isi daripada hubungan-hubungan hukum dalam masyarakat.
-
Hukum
Formil : Hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya mempertahankan
atau menegakkaan
hukum materiil.
Subjek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang
menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban sehingga memiliki kewenangan untuk
bertindak.
-
Orang /
Manusia : Berlakunya manusia sebagai pembawa hak (subjek
hukum) mulai dari saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia.
-
Badan Hukum : Badan atau perkumpulan
yang diciptakan oleh hukum oleh karenanya dapat bertindak seperti manusia.
Bedanya dengan manusia ialah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan,
tidak dapat dihukum penjara (kecuali hukuman denda).
Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang
berguna bagi subjek hukum dan dapat menjadi pokok dari suatu hubungan hukum
yang biasanya berbentuk benda atau hak yang dapat dimiliki dan dikuasai oleh
subjek hukum.
-
Benda Tidak Bergerak (Benda
Tetap) : Benda yang karena sifat, tujuan atau penetapan
undang-undang dinyatakan sebagai benda tetap. Contohnya tanah beserta
segala sesuatu yang melekat diatasnya seperti bangunan atau tumbuhan (karena
sifatnya), mesin-mesin pabrik, dll.
-
Benda Bergerak : Benda yang
karena sifat dan ketentuan undang-undang dianggap sebagai benda bergerak.
Contohnya meja, sepeda, hewan (karena sifatnya), hak atas benda bergerak
seperti saham-saham dalam PT, hak pakai (gebruik) atas benda bergerak (karena
undang-undang).
MATERI HUKUM PERIKATAN
Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan adalah adalah suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di
mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu.
Pihak-pihak (subjek perikatan)
- Debitur
adalah pihak yang wajib melakukan suatu prestasi atau Pihak yang memiliki
utang (kewajiban)
- Kreditur
adalah Pihak yang berhak menuntut pemenuhan suatu prestasi atau
pihak yang memiliki piutang (hak)
Dasar
Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat
tiga sumber adalah sebagai berikut:
1.
Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2. Perikatan
yang timbul dari undang-undang
3. Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan
perwakilan sukarela.
Azas
– azas Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III
KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
- Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang
menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi
para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
- Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya
kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak
memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim
disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Wanprestasi
dan Akibat-akibatnya
Wanprestasi (Cidera Janji) timbul
apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Akibat Wanprestasi :
-
Ganti Kerugian (Umumnya diganti dengan sejumlah uang)
-
Benda obyek perikatan sejak saat tidak dipenuhinya
kewajiban menjadi tanggung jawab debitur
-
Dapat dilakukan pembatalan atau pemutusan perjanjian
Hapusnya
Perikatan
Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara
hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah :
-
Pembayaran
-
Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi)
-
Pembaharuan utang (novasi)
-
Perjumpaan utang atau kompensasi
-
Percampuran utang (konfusio)
-
Pembebasan utang
-
Musnahnya barang terutang
-
Batal/ pembatalan
-
Berlakunya suatu syarat batal
-
Dan lewatnya waktu (daluarsa)
Materi Hukum
Perjanjian
Standar
Kontrak
Standar kontrak merupakan perjanjian
yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah
ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat
terhadap ekonomi lemah.
Ciri
– ciri Standar Kontrak :
-
Isinya ditetapkan sepihak (ekonominya
kuat)
-
Debitur tidak ikut tentukan isi
perjanjian
-
Terdorong oleh kebutuhan, debitur
terpaksa terima perjanjian tersebut
-
Bentuk tertentu (tertulis)
-
Dipersiapkan secara massal dan kolektif
Macam
– Macam Perjanjian
-
Perjanjian
Sepihak : perjanjian yang hanya ada kewajiban pada satu pihak, dan hanya ada hak
pada hak lain
-
Perjanjian
Timbal Balik : Perjanjian dimana hak dan kewajiban ada pada kedua
belah pihak. Jadi pihak yang berkewajiban melakukan suatu prestasi juga berhak
menuntut suatu kontra prestasi.
Syarat Sah
Perjanjian
1. Sepakat (Pasal 1321 - 1328 KUHPerdata)
Supaya perjanjian menjadi sah maka para pihak harus
sepakat terhadap segala hal yang terdapat di dalam perjanjian dan memberikan
persetujuannya atau kesepakatannya jika ia memang menghendaki apa yang
disepakati.
2. Cakap (Pasal 1329 - 1331 KUHPerdata)
Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang
adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang-undang
dinyatakan tidak cakap.
3. Hal tertentu (Pasal 1332 - 1334 KUHPerdata)
Suatu perjanjian harus memiliki objek tertentu dan
suatu perjanjian haruslah mengenai suatu hal tertentu (certainty of terms),
berarti bahwa apa yang diperjanjikan, yakni hak dan kewajiban kedua belah
pihak. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit dapat ditentukan
jenisnya (determinable).
4. Sebab yang halal (Pasal 1335 - 1337 KUHPerdata)
Syarat sahnya perjanjian yang keempat adalah adanya
kausa hukum yang halal. Jika objek dalam perjanjian itu illegal, atau
bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum, maka perjanjian tersebut
menjadi batal.
Saat
Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai
arti penting bagi :
- Kesempatan
penarikan kembali penawaran
- Penentuan
resiko
- Saat
mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
- Menentukan
tempat terjadinya perjanjian
Pembatalan
dan Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga
syarat yakni:
1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan putusan hakim (verdict)
1) Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
2) Harus ada wanprestasi (breach of contract)
3) Harus dengan putusan hakim (verdict)
Pelaksanaan Perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan
disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah
diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan
barang yang menjadi objek utama perjanjian.
Materi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)
Pengertian HAKI
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah
hak dan kewenangan untuk berbuat sesuatu atas kekayaan intelektual, yang diatur
oleh norma – norma atau hukum – hukum yang berlaku.
Prinsip – Prinsip Hak Kekayaan Intelektual
1. Prinsip
Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari
kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki manfaat serta nilai
ekonomi yang akan member keuntungan kepada pemilik hak cipta.
2. Prinsip
Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum
bagi pemilik suatu hasil dari kemampuan intelektual, sehingga memiliki
kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap karyanya.
3. Prinsip
Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu
pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan taraf kehidupan serta akan
memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.
4. Prinsip
Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai
warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan oleh hukum atas suatu karya
merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan
antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.
Klasifikasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
terbagi dalam dua kategori, yaitu :
- Hak
Cipta : Hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku
- Hak
Kekayaan Industri, yang meliputi :
- Hak Paten : Hak eksklusif yang diberikan oleh
Negara kepada Inventor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang
untuk selama waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri penemuannya
tersebut atau dengan membuat persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya.
- Hak Merek : Tanda yang berupa gambar,
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa.
- Hak Desain Industri : Hak ekslusif yang
diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil
kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak
tersebut.
- Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu : Perlindungan
hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang merupakan
komponen elektronik yang diminiaturisasi
- Hak Rahasia Dagang : hak
atas Rahasia Dagang yang timbul berdasarkan Undang-Undang Rahasia Dagang.
Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual
Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
adalah sebagai berikut :
- Prinsip
Ekonomi
Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari
kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki manfaat serta nilai
ekonomi yang akan member keuntungan kepada pemilik hak cipta.
2.
Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum
bagi pemilik suatu hasil dari kemampuan intelektual, sehingga memiliki
kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap karyanya.
3.
Prinsip Kebudayaan
Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu
pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan taraf kehidupan serta akan
memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.
4.
Prinsip Sosial
Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai
warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan oleh hukum atas suatu karya
merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan
antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.
Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Dalam penetapan HaKI tentu berdasarkan hukum-hukum
yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara
lain adalah :
- Undang-undang
Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade
Organization (WTO)
- Undang-undang
Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
- Undang-undang
Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
- Undang-undang
Nomor 14/1997 tentang Merek
- Undang-undang
Nomor 13/1997 tentang Hak Paten
- Keputusan
Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the
Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the
World Intellectual Property Organization
- Keputusan
Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
- Keputusan
Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the
Protection of
Literary and Artistic Works
- Keputusan
Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty
Materi
Perlindungan Konsumen
Pengertian
Konsumen
Pengertian Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pengertian Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Azaz dan Tujuan Konsumen
Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
-
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan
kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
-
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan
cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
-
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam
memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
-
Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi
-
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha
-
Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang
menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Sedangkan
asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 2 UU PK adalah:
-
Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
-
Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
-
Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan
kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara
seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi
-
Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
-
Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan
pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Hak dan
Kewajiban Konsumen
Hak-hak Konsumen
Hak-hak Konsumen
Sesuai
dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen
adalah :
-
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
-
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan
-
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
-
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang dan/atau jasa yang digunakan
-
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
-
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen
-
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif
-
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya
-
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Kewajiban
Konsumen
Sesuai
dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
-
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
-
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa;
-
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang
disepakati;
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
PERBUATAN
YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
Pasal
8
(1)
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang :
a.
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.
tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto,
dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut;
c.
tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan
jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d.
tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
e.
tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses
pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam
label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f.
tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label,
etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g.
tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka
waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h.
tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,
sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
i.
tidak memasang label atau membuat penjelasan barang
yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi,
aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha
serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di
pasang/dibuat;
j.
tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk
penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.
(3)
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
(4)
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
Pasal 18
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a.
menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak
penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c.
menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak
penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli
oleh konsumen;
d.
menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku
usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;
e.
mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan
barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.
memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi
manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual
beli jasa;
g.
menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang
berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.
menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku
usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku
yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas,
atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh
pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang
bertentangan dengan Undang-undang ini.
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal
19
(1)
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa
yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2)
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang
atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi.
(4)
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen.
MATERI
SENGKETA
Pengertian Sengketa
Sengketa atau dalam bahasa inggris disebut dispute
adalah pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas objek
kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Cara – Cara
Penyelesaian Sengketa
1.
Negosiasi (Negotiation)
Negosiasi merupakan proses tawar-menawar dengan
berunding secara damai untuk mencapai kesepakatan antarpihak yang berperkara,
tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah.
2.
Mediasi
Proses penyelesaian sengketa antarpihak yang
bersengketa yang melibatkan pihak ketiga (mediator) sebagai penasihat. Dalam
hal mediasi, mediator bertugas untuk melakukan hal-hal sbb:
-
Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi
pertukaran informasi
-
Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari
argumentasi antarpihak, menyesuaikan persepsi, dan berusaha mengurangi
perbedaan sehingga menghasilkan satu keputusan bersama.
3.
Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak
yang berselisih untuk mencapai suatu penyelesaian dengan melibatkan pihak
ketiga (konsiliator). Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator berhak
menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa memihak siapa pun. Konsiliator tidak
berhak membuat keputusan akhir dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak
karena hal tsb diambil sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
4.
Arbitrase
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 1999, arbitrase
merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum yang
didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis oleh pihak yang bersengketa.
Perjanjian arbitrase merupakan kesepakatan berupa klausula arbitrase yang
tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum atau
setelah timbul sengeketa.
Sumber
: